TUGAS 1
SEJARAH DAN ALIRAN DALAM ILMU BAHASA
diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Bahasa
yang dibina oleh
Dra. Ellya Ratna, M.Pd.
Oleh:
FIFI SETIAWATI (1300832)
SRI HARTUTI (1300816)
DETA FITRIANITA (1300820)
NOVIA (1300828)
YUSNIAR BR PURBA (1305290)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2013
Sejarah dan Aliran Ilmu
Bahasa
1.
Linguistik
Tradisional
Menurut Chaer (2007:332-346) Istilah
tradisional dalam linguistik sering dipertentangkan dengan istilah struktural,
sehingga dalam pendidikan formal ada istilah tata bahasa tradisional dan tata
bshasa struktural. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan
filsafat dan semantik. Sedangkan tata bahasa struktural menganalisis berdasarkan struktural atau ciri-ciri formal
yang ada dalam bahasa tertentu.
Tata bahasa tradisional mengatakan kata kerja
adalah kata yang menyatakan tindakan atau kejadian, sedangkan tata bahasa
struktural menyatakan kata kerja adalah kata yang dapat berdistribusi dengan
frase.
Tata bahasa tradisional telah melalui
masa yang sangat panjang, mulai dari zaman Yunani sampai masa menjelang
munculnya linguistik modern sekitar akhir abad ke-19.
a. Linguistik
Zaman Yunani
Studi bahasa pada zaman Yunani
mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu dari abad ke-5 SM sampai abad ke-2
M. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu
itu adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos dan (2)pertentangan antara analogi dan anomali.
Para filsuf Yunani mempertanyakan,
apakah bahasa itu bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos).
Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu memiliki hubungan asal usul,
sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu
sendiri. Dalam bidang semantik kelompok yang menganut paham ini, yaitu kaum
naturalis. Kaum ini berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan
benda yang ditunjuknya atau dengan kata lain setiap kata mempunyai makna secara
alami (secara fisis). Misalnya, kata-kata yang disebut onomatope, atau kata
yang terbentuk berdasarkan peniruan bunyi. Sebaliknya kaum konvensional berpendapat
bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya, makna-makna kata itu diperoleh dari
hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan, yang mempunyai kemungkinan bisa
berubah. Onomatope menurut kaum konvensioal hanyalah suatu kebetulan saja.
Sebagian besar dari konsep benda, sifat, dan keadaan yang sama diungkapkan
dalam bentuk kata yang berbeda.
Pertentangan analogi dan anomali
menyangkut masalah bahasa sebagai sesuatu yang teratur atau tidak teratur.
Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur, karena
adanya keteraturan itu orang dapat menyusun tata bahasa. Jika tidak teratur
tentu yang dapat disusun hanya idiom-idiom. Sedangkan kelompok anomali berpendapat
bahwa bahasa itu tidak teratur.
Dari keterangan di atas jelas bahwa kaum
anomali sejalan dengan kaum naturalis, sedangkan kaum analogi sejalan dengan
kaum konvensional.
Dalam studi bahasa pada zaman Yunani,
kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam
studi bahasa.
1) Kaum
Sophis
Kaum ini muncul pada abad ke-5 S.M. yang
dikenal dalam studi bahasa karena (1) mereka melakukan kerja secara empiris (2)
mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu
(3) mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa (4) mereka
membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.
Salah seorang tokoh sophis, yaitu
protogoras, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat
jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan. Sedangkan georgias
membicarakan gaya bahasa seperti yang kita kenal sekarang.
2) Plato
(429- 347 S.M.)
Tokoh ini terkenal karena (1) dia
memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya “dialoog”. Dia juga
mengungkapkan masalah bahasa alamiah dan bahasa konvensional. (2) dia
menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya bahasa adalah pernyataan pikiran
manusia dengan perantaraan onomata dan rhemata. (3) dia adalah orang yang
pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
3) Aristoteles
(384- 322 S.M.)
Aristoteles adalah murid Plato. Dalam
studi bahasa terkenal karena (1) dia menambahkan satu kelas kata lagi atas
pembagian yang dibuat gurunya, yaitu dengan syndesmoi. Menurut Aritoteles ada
tiga macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Syndesmoi adalah
kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis. Syndesmoy itu
lebih kurang sama dengan kelas preposisi dan konjungsi yamg kita kenal
sekarang. (2) dia membedakan jenis kata (gender) menjadi tiga, yaitu, maskulin,
feminin, dan neutrum.
4) Kaum
Stoik
Kaum ini adalah kelompok ahli filsafat
yang berkembang pada abad ke-4 S.M. kaum stoik terkenal karena (1) mereka
membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara tata bahasa, (2) mereka
menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa, (3) mereka membedakan
tiga komponen utama dari studi bahasa, yaitu (a) tanda, simbol, sign, atau
semainon, (b) makna, apa yang disebut, semainomen, atau lekton, (c) hal- hal di
luar bahasa, yakni benda atau situasi. (4) mereka membedakan legein, yaitu
bunyi yang merupakan bagian dari fonologi tetapi tidak bermakna, dan
propheretal (ucapan bunyi bahasa yang mengandung makna). (5) mereka membagi
jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan
arthoron, yaitu kata-kata yang menyatakan jenis dan jumlah. (6) mereka
membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak komplet, serta kata
kerja aktif dan kata kerja pasif.
5) Kaum
Alexandrian
Kaum ini menganut paham analogi. Mereka
mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax, buku ini lahir lebih kurang tahun 100
S.M. buku ini diterjemahkan dalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon dengan
judul Ars grammatika. Buku-buku tata
bahasa tersebut dikenal dengan sebutan tata bahasa tradisional.
b. Zaman
Romawi
Studi bahasa pada zaman romawi dapat
dianggap kelanjutan dari zaman Yunani, dan munculnya kerajaan Romawi. Tokoh
pada Zaman Romawi yang terkenal, antara lain, Varro (116-27 S.M.) dengan
karyanya De Lingua Latina dan Priscia
dengan karyanya Institutiones
Grammaticae.
1) Varro
dan “De Lingua Latina”
Buku
ini dibagi dalam bidang- bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis.
a. Etimologi
Etimologi adalah cabang linguistik yang
menyelidiki asal usul kata beserta artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat
adanya perubahan bunyi yang terjadi dari zaman ke zaman dan perubahan makna
kata. Kelemahan Varro dalam bidang etimologi ini adalah dia menganggap kata-
kata latin dan yunani yang berbentuk sama adalah pinjaman langsung.
b. Morfologi
Morfologi
adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan pembentukannya. Menurut
Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak dapat dipisahkan lagi, dan
merupakan bentuk minimum. Varro membagi kelas kata latin dalam empat bagian,
yaitu:
1)
Kata benda, termasuk
kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleksi kasus.
2)
Kata kerja, yakni kata
yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
3)
Partisipel, yakni kata
yang menghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata kerja), yang
berinfleksi kasus dan “tense”.
4)
Adverbium, yakni kata
yang mendukung (anggota bawahan dari kata kerja), yang tidak berinfleksi.
2) Institutiones
Grammaticae atau Tata Bahasa Priscia
Buku Priscia terdiri dari 18 jilid (16
jilid mengenai morfologi dan 2 jilid mengenai sintaksis) dianggap sangat
penting karena:
(a) Merupakan
buku tata bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara
aslinya.
(b) Teori-teori
tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara
tradisional.
Beberapa
segi yang patut dibicarakan mengenai buku itu antara lain:
(a) Fonologi,
dalam bidang ini dibicarakan tulisan atau huruf yang disebut litterae.
(b) Morfologi,
dalam bidang ini dibicarakan mengenai dictio atau kata
(c) Sintaksis,
bidang ini membicarakan hal yang disebut oratio, yaitu tata susun kata yang
berselaras dan menunjukan kalimat itu selesai.
c. Zaman
Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan di
Eropa mendapat perhatian penuh terutama oleh para filsuf skolastik, dan bahasa
latin menjadi lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa
diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.
Tata bahasa spekulativa merupakan hasil
integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin (seperti yang dirumuskan Priscia)
ke dalam filsafat skolastik. Menurut tata bahasa ini, kata tidak secara langsung
mewakili alam dari benda yang ditunjuk. Tetapi hanya mewakili adanya benda itu
dalam berbagai cara, modus, substansi, aksi, kualitas, dan sebagainya.
Petrus Hispanus pada zaman pertengahan
memiliki peranan dalam bidang linguistik, antara lain:
(1) Dia
telah memasukkan psikologi dalam analisis makna bahasa. Dia juga membedakan
antara signifikasi utama dan konsignifikasi, yaitu pembedaan pengertian pada
bentuk akar dan pengertian yang dikandung oleh imbuhan-imbuhan.
(2) Dia
telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen substantivum dan nomen
adjectivum.
(3) Dia
juga telah membedakan partes orationes atas categorematik dan syntategorematik.
Yang dimaksud dengan categorematik adalah semua bentuk yang dapat menjadi
subjek atau predikat. Sedangkan syntategorematik adalah semua bentuk tutur
lainnya.
d. Zaman
Reanisans
Zaman ini dianggap sebagai zaman pembukaan
pemikiran abad modern. Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman ini
yang menonjol, yaitu: (1) selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada
waktu itu juga menguasai bahasaYunani, Latin, Arab, dan Ibrani. Bahasa-bahasa
Eropa lain juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata
bahasa,dan perbandingan.
e. Menjelang
Lahirnya Linguistik Modern
Dapat disimpulkan pembicaraan mengenai
linguistik tradisional sebagai berikut:
(a) Pada
tata bahasa tradisional dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan
bahasa tulisan.
(b) Bahasa
yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan dari bahasa
lain.
(c) Kaidah
bahasa dibuat secara preskriptif, yakni benar atau salah.
(d) Persoalan
kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika.
(e) Penemuan
atau kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan.
Menurut Maksan (1995:10-13) Plato abad V
SM adalah orang pertama yang di kenal sebagai orang yang melakukan studi
tentang bahasa. Dalam tulisannya yang berbentuk dialog yang diberi judul
Cratylus yang menampilkan suatu percakapan antara Cratylus dengan
Hermogenes. Di sini kelihatan pertentangan
antara Cratylus dengan Hermogenes tentang hubungan antara bentuk bahasa dengan
arti atau makna yang dibawakan oleh bentuk bahasa tersebut. Menurut Cratylus
hubungan antara bentuk (form) dengan makna (meaning) bersifat natural,
sedangkan menurut Hermogenes hubungannya itu adalah hanyalah bersifat
konvensional. Kelompok yang melihat bahwa ada hubungan bentuk dengan makna ini
juga bisa disebut kelompok analogi, dan kelompok konvensional biasa disebut
dengan kelompok anomali.
Hubungan antara bentuk dengan makna yang
bersifat natural ialah hubungan mengenai adanya kaitan antara bentuk dengan
makna. Misalnya, dalam suatu bahasa kata-kata yang menunjukkan ukuran lebih
besar secara fisik berakhiran “o”,tetapi kata-kata yang ukuran fisiknya relatif
lebih kecil disampaikan dengan kata-kata berakhiran “i”. Kenyataannya, kalaupun
hubungan natural itu dapat ditemukan, namun hal itu bersifat kebetulan sekali.
Tidak ada hukum bahasa yang mengatur masalah itu. Kelompok konvensional melihat
bahwa tidak ada kaitan antara bentuk dengan makna kata-kata itu. Kaitan atau hubungan hanyalah bersifat
konvensional semata.
Dalam hubungn bentuk dan makna ini,
Plato berpihak pada Hermogenes yang menyatakan bahwa hubungan antara bentuk dan
makna itu hanyalah bersifat konvensional semata, seperti halnya pendapat yang
dianut oleh sebagian besar para pakar ilmu bahasa modern zaman sekarang pada
umumnya.
Tokoh-tokoh dalam aliran tradisonal ini
antara lain adalah : Protagoras, Gorgias, Aristoteles, Dionysius Thrax, Priscian,
dan lain-lain. Diindonesia terdapat tokoh-tokoh bahasa yang mengaut Aliran
Tradisional ini, antara lain St. Takdir Alisyahbana, St. Moh. Zain, Armijn Pane,
dan lain-lain.
a. Analisis
Bahasa
Analisis bahasa menurut tata bahasa
tradisioal menggunakan sistem paradigma (paradigm system), yakni dengan jalan
melihat unsur-unsur yang sama dan unsur yang berbeda pada suatu set kata-kata.
Misalnya
:
Amo (aku
cinta)
Amas
(kamu
cinta) singuler
Amat
(dian
cinta)
Amanus
(kami cinta)
Amatis
(kamu cinta) plural
Amanat
(mereka cinta)
Unsur yang sama pada set kata-kata diatas
ialah am dan unsur pembeda ialah o, as, at, amos, atis, dan anat.
Disamping sistem paradigma, tata bahasa
tradisional juga mengenal sistem kasus (yang memang sangat menetukan dalam
bahasa latin). Kasus bersifat menentukan arti atau makna, sehingga dengan
adanya kasus urutan kata dalam kalimat tidak manjadi penting. Makna kalimat
ditentukan oleh kasus dari kata-kata yang merupakan bagian dari kalimat itu.
Beberapa kasus yang penting antara lain :
a) Nominatif
yang disebut juga agentif berfungsi sebagai subyek atau pelaku;
b) Genitif
atau posesif menyatakan milik;
c) Datif
menyatakan sebagai pelaku penyerta;
d) Akusatif
atau sebjektif yang menyatakan penerima perbuatan;
e) Lokatif
menyatakan tempat;
f) Instrumentals
menyatakan alat ; dan
g) Benefektif
menyatakan untuk orang lain.
Dengan
adanya kasus tidak menjadi masalah apakah urutan kata-kata dalam kalimat harus
mengikuti suatu ketentuan. Makna sebuah kata telah ditentukan oleh kasus kata
yang bersangkutan terlepas dari letak kata itu, baik didepan, ditengah, ataupun
dibelakang sebuah kalimat. Bentuk dan makna kata itu ditentukan oleh kasus yang
melekat pada dirinya. Berbeda halnya dengan bahasa Indonesia yang struktur
kalimatnya telah ditentukan bahwa subjek haruslah mendahului predikat (kecuali
dalam kalimat inversi).
Salah
satu hal yang menyebabkan Aliran Tradisional ini tidak populer lagi dikalangan
pakar bahasa ialah tata bahasa tradisional berpendapat bahwasannya tata bahasa
itu bersifat universal. Jadi, semua bahasa-bahasa di dunia tata bahasanya pastilah
mengikuti tata bahasa Yunani Latin. Padahal diketahui bahwa bahasa-bahasa di dunia
mempunyai struktur yang berbeda anara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
Menurut
Oka (1994292-296) Gramatikal Tradsional merupakan label yang di kenakan pada
gramatika yang berkembang pada zaman Yunani Kuno dan zaman Romawi. Memiliki
kesamaan, yang melihat bahasa dari sudut filsafat dan logika. Dikemukakan
perkembangan pemikiran tentang bahasa pada zaman itu. Kaum Sofia itu adalah
sekelompok orang yang mempelajari pikiran-pikiran orang yang bijaksana. Kaum
Sofia itu mengkaji bahasa dari segi praktisan. Kajian mereka terhadap bahasa
adalah memelajari cara pidato dan mencatat unsur-usur dari pidato itu. Sejumlah
tokoh tlah berperan dalam perkembangan dan pengembangan kajian bahasa pada
zaman Yunani itu. Yakni Herodatus, Plato, Aristoteles, Zeno, dan Donysius Thrax.
Setiap tokoh itu telah memberikan hasil-hasil pemikiran tentang bahasa, yang
tidak hanya saling melengkapi, tetapi juga berkontradisi.
Herodotus
berjasa dalam mengamati pertumbuhan bahasa sebgai hasil kontak antara bangsa
Yunani dengan bangsa-bangsa yang lain. Akibat pengaruh bahasa lain itu adalah
terpecahnya bahasa yang semula satu menjadi sejumlah dialek.
Plato
memberikan sumbangan yang sudah mengarah ke gramatika, Plato membagi kalimat menjadi
dua bagian besar, yakni anoma dan rhema. Anoma merupakan komponen nominal,
sedangkan rhema merupakan komponen verbal. Menurut Plato, kalimat adalah satuan
pikiran yang terkecil dan sebagai ungkapan verbal yang merupakan ide yang
lengkap. Menurut Plato fonem-fonem segmental bahasa Yunani itu dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori , yakni bunyi vokal dan bunyi konsonan.
Aristoteles
memberikan definisi kalimat dan kata. Kalimat didefinisikan sebagai pernyataan
yang lengkap mengenai sesuatu, dan kata didefinisikan sebagai satuan linguistik
komponen kalimat yang sudah memiliki arti, tetapi tidak dapat berdiri sendiri.
Perkembangan
tersebut berlanjut pada kaum stoik yang telah memusatkan kajiannya pada
aspek-aspek kebahasaan, seperti fonetik, gramatika, dan etimologi. Kaum stoik
telah mempelajari struktur kata bahasa Yunani. Hal itu berarti bahwa kaum stoik
sudah menangani ikhwal morfologi.
Pada
zaman Yunani itu telah terdapat kontroversi-kontroversi. Kontroversi pertama
adalah perbedaan mengenai konsep analogi dan anomali. kaum penganut analogi
percaya bahwa fenomena kebahasaan itu mengikuti prinsip-prinsip keteraturan.Kaum
pengikut anomali berpendapat bahwa fenomena-fenomena kebahasaan itu tidak
mengikuti prinsip-prinsip keteraturan. Dionysius Thrax, mendefinisikan
gramatika sebagai pengetahuan praktis tentang bahasa yang digunakan oleh
penulis (penyair dan penuls prosa). Para penganut gramatika tradisional itu
memiliki cara kerja yang khas, yakni menganggap bahwa bahasa-bahasa di luar
bahasa Yunani sama dengan bahasa Yunani Latin. Ciri lain gramatika tradisional
adalah orientasi gramatika yang terbatas pada bahasa ragam baku kaidah ragam
yang lain tidak diperhatikan.
2.
Linguistik
Strukturalis
Menurut
Chaer (2007:346-363) Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu
bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Dalam
pembicaraan linguistik strukturalis kita akan membahas beberapa tokoh secara
singkat.
a. Ferdinand
De Saussure (1857-1913)
Tokoh ini dikenal sebagai bapak
linguistik modern berdasarkan pandangan yang dimuat dalam bukunya Ciourse De Linguistique Generale yang
disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep:
(1) Telaah
sinkronik dan diakronik
Telaah secara sinkronik adalah mempelajari
suatu bahasa pada kurun waktu tertentu, sedangkan telaah bahasa diakronik
adalah telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan
oleh para penuturnya.
(2) La
Langue dan La Parole
La Langue adalah keseluruhan sistem
tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota masyarakat
bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan La Parole adalah pemakaian atau realisasi
langue oleh masing- masing anggota bahasa. Sifatnya konkret karena parole itu
adalah realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
(3) Signifiant
dan Signifie
Teori ini mengemukakan bahwa setiap
tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen “signifiant”. Signifiant
adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
kita. Hubungan keduanya sangat erat karena keduanya merupakan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan.
(4) Hubungan
Sintagmatik dan Paradigmatik
Sintakmatik adalah hubungan antara
unsur- insur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan,
bersifat linear. Hubungan sintakmatik terdapat, baik dalam tataran fonologi,
morfologi, maupun sintaksis.
Hubungan sintagmatik pada tataran
fonologi terlihat pada urutan fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat
diubah tanpa merusak makna kata itu. Contoh pada kata “kita” terdapat hubungan
fonem-fonem dengan urutan /k,i,t,a/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya
akan berubah.
Perhatikan contoh berikut.
kßà i ßÃ
t ßÃ
a
k a i t
k i a t
k a t i
i k a t
Hubungan sintagmatik pada tataran
morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak
dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya
berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali.
Hubunagan sintagmatik pada tataran
sintaksis tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi
mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut.
Perhatikan contoh berikut.
(1) Urutan
kata bisa diubah tanpa mengubah makna kalimat.
Hari ini barangkali dia
sakit
Barangkali dia sakit
hari ini
Dia sakit hari ini
barangkali
Dia sakit barangkali
hari ini
(2) Urutan
kata yang diubah menyebabkan makna kalimat berubah
Kaka melihat Keke Keke melihat Kaka
Ini film baru Ini baru film
Hubungan paradigmatik adalah hubungan
antara unsur- unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur- unsur
sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
b. Aliran
Praha
Aliran ini terbentuk pada tahun 1926
oleh Vilem Mathesius(1882-1945). Bidang ini membedakan secara tegas akan
fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi- bunyi itu sendiri, sedangkan
fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem.
Dalam bidang fonologi aliran Praha ini memperkenalkan
dan mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi, bidang yang meneliti
struktur fonologis morfem. Bidang ini meneliti perubahan-perubahan fonologis
yang terjadi sebagai akibat hubungan morfem dengan morfem.
Dalam bidang sintaksis Vilem Mathesius
(dalam Chaer, 2007:353) menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional. Menurut
pendekatan ini kalimat dapat dilihat dari struktur formalnya, dan juga dari
struktur informasinya dalam kalimat yang bersangkutan.
c. Aliran
Glosematik
Aliran ini membuat ilmu bahasa menjadi
ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis
dan terminologis. Analisis bahasa ini dimulai dari wacana. Saussure Hjemselv
menganggap bahasa itu mengandung (1) forma ekspresi (2) subtansi ekspresi (3)
forma isi (4) substansi isi. Pembedaan forma dari substansi berlaku untuk semua
hal yang ditelaah secara ilmiah. Sedangkan pembedaan ekspresi dari isi hanya
berlaku bagi telaah bahasa saja.
Hjemslev menganggap bahasa sebagai suatu
sistem hubungan dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan
paradigmatik.
d. Aliran
Firthian aliran yang dikeal dengan nama aliran prosodi.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk
menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi yaitu (1)
prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata,
penggabungan konsonan, dan gabungan vokal. (2) prosodi yang terbentuk oleh
sendi atau jeda. (3) prosodi yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang
lebih besar daripada fonem suprasegmental.
Fert (dalam Chaer, 2007: 356) menyatakan
telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji
dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yang berperan dalam masyarakat,
kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan..
e. Linguistik
Sistemik.
Nama aliran linguistik sistemik tidak
lepas dari nama M.A.K. Halliday. Pokok-pokok pandangan linguistik sistemik
adalah:
(1) Sistem
linguistik memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa.
(2) Sistem
linguistik memandang bahasa sebagai pelaksana.
(3) Sistem
linguistik yang lebih mengutamakan pemberian ciri-ciri bahasa tertentu beserta
variasinya.
(4) Sistem
linguistik mengenal adanya gradasi atau kontinum.
(5) Sistem
linguistik menggambarkan tiga tataran utama bahasa yaitu (a) substansi, (b)
forma, (c) situasi.
f. Leonard
Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Bloomfield (1877-1949) sangat
terkenal karena bukunya yang berjudul “langue”. Istilah strukturalis sebenarnya
dapat dipakai pada semua aliran linguistik, sebab semua aliran linguistik pasti
berusaha menjelaskan seluk-beluk bahasa.Aliran ini berkembang pesat di Amerika
pada tahun 30-an sampai akhir tahun 50-an.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan
berkembangnya aliran ini, antara lain:
(1) Pada
masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak
sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperikan.
(2) Sikap
bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang
berkembang pada masa itu di Amerika.
(3) Diantara
linguis-linguis ada hubungan yang baik.
Aliran
strukturalis yang dikembangkan Bloomfield dengan para pengikutnya sering juga
disebut aliran taksonomi, dan aliran Bloomfieldian atau post-Bloomfieldian.
Disebut aliran taksonomi karena aliran ini
menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan
hubungan hierarkinya.
g. Aliran
Tagmemik
Tagmemik adalah korelasi antara fungsi
gramatikal atau slot dengan seekelompok bentuk kata yang dapat saling
dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.Unsur tagmem yaitu fungsi dan bentuk
perlu ditambah dengan unsur peran, dan kohesi yang membentuk jalinan yang erat.
Menurut Maksan (1995:13-23) Ilmu bahasa
bidang linguistik perbandingan (ilmu bahasa komparatif) memunculkan suatu
kesadaran pada para ahli bahasa bahwa sesungguhnya terdapat perbedaan antara
bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Makin jauh hubungan kekerabatan
antara suatu bahasa dengan bahasa lain, makin besar pula perbedaan yang
terdapat antara kedua bahasa tersebut. Dengan demikian, para ahli mulai
meragukan tata bahasa tradisional yang bersifat universal, yang memandang dan memperlaukan
semua bahasa sebagai bahasa yang mempuai pola gramatikal yang sama dngan bahasa
yunani latin. Hal ini nantinya melahirkan aliran baru dalam ilmu bahasa, yang
disebut liran struktural atau tata bahasa strukturanl (structural grammar).
Untuk itu, selanjutnya aan dilihat beberapa orang tokoh dalam tata bahasa
struktural beserta inti pendapatnya, guna memudahkan melihat tata bahasa
struktural itu secara keseluruhan.
a. Ferdinand
De Saussure
a) Bahasa
Saussure membedakan bahasa dengan
mengajukan tiga konsep, yakni : la langue, la parole, dan le langage. La langue
merupakan bahasa masyarakat yang diperoleh sejak kecil sehingga bersifat
seragam (uniform). La langue merupakan hasil dari “collective mind” (pikiran
kelompok). La laparole aalah manifestasi
bahasa secara individual. La parole merupakan apa yang diucapakan oleh anggota
masyarakat, termassuk kontruksi individual dan lain-lain yang bersifat
psikologis dan “individual mind”. Sedangkan le langage ialah bahasa dlam
pengertian umum ; seperti dalam kalimat “bahasa adalah alat komunikassi”.
Dengan kata lain, le langage ialah la parole + la langue atau menurut saussure
sendiri, la langue = le langage – la parole.
b) Studi
sinkronik dan diakronik
Studi bahasa dapat bersifat sinkronik
(horizontal), dan dapat pula bersifat diakronik (vertikal). Saussure memisahkan
kedua jenis studi itu sinkronik yang merupaan telaah bahasa atau bahasa-bahasa
pada suatu waktu tertentu sja dan diakronik merupakan telaah suatu bahasa dari
waktu ke waktu (historis).
Sekarang, pemisahan itu sudah dianggap
sebagai hal yang wajar dan seharusnya demikian, tetapi lain halnya dengan masa
sewaktu saussure hidup hal itu merupakan suatu yang baru sama sekali.
c) Lingustic
Sign
Linguistic sign (signe linguistique
diindonesiakan menjadi tanda bahasa) ialah kesatuan antara konsep degan citra
bunyi. Konsep yang lazim disebut saussure dengan signifie ialah pengertian atau
makna yang ditangkap oleh pikiran kita misalnya konsep tentang rumah adalah
sebuah bangunan yang dgunankan oleh keluarhga untuk tempat tinggal. Citra bunyi
adalah kesan psikologis yang timbu dalam pikiran kita. Kata rumah tersebut
kalau diucapkan oleh orang yang
menimbulkan sesuatu kesan bunyi atau citra bunyi. Citra bunyi ini dalam istilah
saussure sendiri adalah signifiant. Jadi, linguistic sign adalah kesatuan
antara konsep (signifie) dan citra bunyi (signifiant). Linguistic sign
dibedakan menjadi dua macam : simple sign dan syntagme. Simple sign adalah
linguistik sign yang tidak dapat dipisahkan lag menjadi konstituen yang lebih
kecil yang mempunyai makna.
Syntagme ialah linguistik sign yang
masih dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian lebih kecil yang bermakna.
d) Hubungan
asosiatif dan sintagmatik
Hubungan assosiatif atau sekarang
disebut hubungan paradigmatatik (istilah dari L.Hjelmslev) adalah hubungan yang
terjalin karena adanya persamaan dan perbedaan unsur dalam tuturan (ujaran).
Hubungan sintagmatik adalah hubungan linear dalam suatu tuturan atau ujaran .
b. Franz
Boss
Hasil penelitiannya memberikan
kesimpulan bahwa bahasa harus dipelajari dengan memperhatikan struktur bahasa
itu sendiri, karena ternyata struktur bahasa yang satu tidak sama dengan
struktur bahasa yang lain. Bagi boass, fokus penelitiannya ditunjukkan kepada
la parole. Berbeda dengan saussure yang menitikberatkan pada la langue.
c. Edward
Sapir
Edward sapir mengemukakan tipologi
bahasa yang dibaginya atas empat macam, yaitu :
a) Bahasa
isolasi (isolating language), yakni bahasa yang tiap0tiap unsur bahasa nya
bebas, tidak terikat.
b) Bahasa
aglutinasi (agglutinative language) adalah bahasa yang elemen-elemen terikatnya
ditempel-tempelkan. Bahasa aglutinatif ini disebut juga bahasa afiksasi.
c) Bahasa
poisintetik (polysyinthetic language) yaitu bahasa yang elemen semantik
pentingnya berupa bentuk terikat.
d) Bahasa
infleksi (inflectional language) adalah yang kata-kata nya mengena perubahan
dalam bentuk infleksi.
d. Leonard
Bloomfield
a) Peminjaman
(borrowing)
Bloomfield membedakan adanya cultural
borrowing, intimate borrowing, dan dialect borrowing.
Cultural borrowing, peminjaman yang dilakukan
sehubungan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kebudayaan. Intimate borrowing adalah peminjaman karena
adanya hubungan yang “erat” antara dua masyarakat yang berbeda. Hubungan itu
ditandai dengan adanya satu pihak yang merupakan pihak dominana atau superior
sementara pihak lain merupakan pihak inperior. Dialect borrowing adalah
peminjaman yang dilakukan dialect tertentu, yang biasanya dianggap sebagai
lambang status, dan sebagainya.
b) Masyarakat
bahasa (speech Community)
Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang menggunakan suatau bahasa untuk
berkomunikasi dalam kegiatan sehari-hari. Jadi, menurut bloomfield(1933),
masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang memakai sistem tanda-tanda
tuturan atau ujaran yang sama.
c) Immediate
Contituent
Adalah konstituen yang secara langsung
membentuk suatu konstruksi atau struktur.
d) Fonem
Membedakan fonem atas primary phoneme
(fonem primer) dan secondary phoneme ( fonem sekunder). Fonem primer ialah
fonem-fonem utama dalam sebuah bahasa yang secara langsung membedakan arti atau
makna, fonem sekunder ialah unsur-unsur
lain yang ikut membedakan arti atau makna.
e) Morfem
Morfem oleh bloomfield diartikan sebagai
suatu bentuk bahasa yang tidak mirip dengan bentuk bahasa lain mana pun,baik
dari segi bunyi maupun dari segi makna. Morfem dibedakan menjadi dua yakni
morfem bebas dan morfem terikat.
e. Preskriptif
dan Deskriptif
Suatu hal yang membedakan aliran
tradisional dengan aliran struktural adalah sifat analisis bahasa yang
digunakan. Preskriptif adalah jika menganalisis bahasa para ahli bahasa
cenderung mempertahankan kaidah bahasa yang berlaku. Aliran struktural
berpendapat bahwa bahasa itu adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat.
Jadi, tugas para pakar linguistik itu adalah mendeskripsikan segenap gejala
bahasa yang timbul dalam masyarakat.
Perkembangan tatabahasa struktural,
dalam perkembangan selanjutnya tatabahasa struktural sama seperti aliran-aliran
yang lain, yang terbagi atas beberapa kelompok, seperti:
(1) Firthian
yang berkembang di Inggris dengan tokohnya J.R. Firth;
(2) Glosseniaticsdi
Skandinavia dengan tokoh Louis Hjelmslev;
(3) Aliran
Praha di Eropa Timur dibawah Roman Jakobson;
(4) Amerika
Serikat tumbuh (a) bloomfieldian dengan tokoh-tokoh Boas, Sapir, dan
Bloomfiald; (b) Neo-Bloomfialdian dengan tokoh Charles Hcckett, Kenneth L Pike,
dan lain-lain.
Menurut
Oka(1994:296-299) Gramatika struktural adalah gramatika yang berkembang setelah
lahirnya pikiran de Saussure (1916) dan sebelum lahirnya Gramatika Generatif
Transformasional. Gramatika Struktural yang diuraikan di sini terbatas pada
Gramatika Struktural Amerika. Para tokohnya yang terkenal antara lain adalah
Charles F. Hockett, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield. Dari pemikiran-pemikirannya itu tampak bahwa
penelitian harus mampu menggambarkan bahasa seperti adanya, tidak seperti yang
seharusnya. Karena itu, Gramatika Struktural juga dikenal sebagai Gramatika Deskriptif.
Para ahli nya disebut kaum deskriptivis.
Gramatika
Struktural memandang bahasa terdiri dari satuan-satuan. Satuan-satuan itu
dipilah menjadi dua macam, yakni satuan fonologis dan satuan gramatikal. Satuan
fonologis mencangkup fon dan fonem, sedangkan satuan gramatikal mencakup morf
dan morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
Gramatika
Struktural mengkaji bahasa dari tataran yang paling kecil ke tataran yang
paling besar. Kajian terhadap suatu bahasa selalu mulai dari sistem
fonologinya,kemudian sistem morfologinya, dan terakhir sistem sintaksisnya.
Pada Gramatika Generatif Transformasional analisis di mulai dari satuan yang
paling besar (kalimat) ke yang paling kecil (kata/leksikon).
3.
Linguistik
Transformasional dan Aliran Sesudahnya
a. Tata
Bahasa Transformasi
Transformationa
Generative grammar dalam bahasa indonesia lazim
disebut tata bahasa Transfornasi atau tata bahasa generatif. Menurut Chomsky
salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun kata bahasa dari
bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri
dari deretan bunyi yang mempunyai makna.
Setiap tata bahasa dari suatu bahasa,
menurut Chomsky merupakan teori dari bahasa itu sendiri. Dan tata bahasa ini
harus memenuhi dua syarat yaitu (1) kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa
itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut (2) tata bahasa tersebut
harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan
tidak berdasarkan pada gejala tertentu saja.
Tata bahasa transformasi lahir bersamaan
dengan terbitnya buku syntactic structure pada tahun 1997. Teori yang
dikemukakan dalam buku ini sering disebut dengan nama tata bahasa transformasi
klasik.
Tata
bahasa dari setiap bahasa terdiri dari tiga komponen yaitu:
(1) Komponen
sintaksis, merupakan sentral dari tata bahasa karena komponen inilah yang
menentukan arti kalimat, dan komponen ini yang menggambarkan aspek kreatifitas
bahasa.
(2) Komponen
semantik, memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan
oleh subkomponen dasar
(3) Komponen
fonologi, memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan
oleh kaidah transformasi dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur dapat
diucapkan.
b. Sematik
Generatif
Menurut teoti ini struktur semantik dan
struktur sintaksis bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu
cukup dengan kaidah transformasi saja.
Menurut teori semantik generatif sudah
seharusnya semantik dan sintaksis diselidiki
bersama sekaligus karena keduanya adalah satu. Struktur semantik itu
serupa dengan struktur logika, berupa ikatan tidak berkala antara predikat
dengan seperangkat argumen dalam suatu proposisi.
Menurut teori semantik generatif,
argumen adalah segala sesuatu yang dibicarakan, sedangkan predikat itu adalah
semua yang menunjukkan hubungan, perbuatan, sifat, keanggotaan, dan sebagainya.
c. Tata
Bahasa Kasus
Kasus adalah hubungan antara verba
dengan nomina, verba disini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan
argument dalam teori semantik generatif. Dalam teori tahun 1968 Fillmore tidak
membatasi atas kasus agent, experiencer, object, means, source, goal, dan
referential.
Dari
uraian di atas dapat kita lihat adanya persamaan antara teori semantik
generatif dengan teori kasus,yaitu sama-sama menumpukan teorinya pada predikat
atau verba.
d. Tata
Bahasa Relasional
Tata bahasa relasional muncul pada tahun
1970-an sebagai tantangan langsung terhadap beberapa asumsi yang paling
mendasar dari teori sintaksis yang dicanangkan oleh aliran tata bahasa
transformasi. Sama halnya dengan tata bahasa transformasi,tata bahasa relasional
juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa. Dalam hal ini tata bahasa
relasional banyak menyerang tata bahasa transformasi, karena menganggap
teori-teori tata bahasa transformasi itu tidak dapat diterapkan pada
bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris. Menurut teori tata bahasa relasional
yang melibatkan tiga macam maujud(entity), yaitu:
a) Seperangkat
simpai (nodes) yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu struktur.
b) Seperangkat
tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang disandang oleh
elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen lain.
c) Seperangkat
“coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran yang manakah
elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap elemen yang
lain.
Menurut
Maksan (1995:24-31) Tata Bahasa Tranformatif Generatif berbeda dengan tata
bahasa Struktural bukan secara lahiriah atau wujudnya saja. Tetapi, pada
filsafat yang mendasari dua aliran ilmu bahasa tersebut. Jika
empirisme/behaviorisme merupakan dasar aliran struktural. Tata bahasa
tranformasi generatif menganut prinsip universal.
a. Noam
Chomsky
Dalam pandangan Chomsky, bahasa
dibedakannya atas dua bagian yang masing-masing diberinya nama dengan
competence dan perfomance. Competence adalah pengetahuan penutur asli tentang
bahasa nya sendiri (bahasa ibu). Performance ialah bahasa yang digunakan secara
nyata dalam situasi komunikasi yang konkret.
Teori Chomsky mengalami tiga kali
penyempurnaan. Pada tahun 1964-1965 disebut tahapan model aspek, 1965-1966
tahapan peluasan aspek dan 1966-1967 merupakan tahapan perbaikan atau perubahan
aspek.
a)
Komponen bahasa
Bahasa terdiri atas tiga komponen,
yaitu: sintaktik,semantik, dan fonologis. Komponen morfologis merupakan bagian
komponen sintaktik
b)
Analisis kalimat
Analisis
kalimat dalam tata bahasa tranformasi generatif menggunakan struktur frasa
sebagai dasar, sehingga biasa juga disebut dengan tata bahasa struktur
bahasa(TSF) .
Menurut
Maksan (1995:32-33) Aliran-aliran baru (pecahan) tata bahasa tranformasi
a. Semantik
Generatif kelompok ini dipelopori oleh George Lakoff
Lakoff tidak mengakui
adanya deep structure, yang baginya tidak lain dari pada hanya representasi
semantik saja. Golongan ini sering pula disebut dengan golongan
tranformasionalis dan kelompok Chomsky sebagai golongan lexicalist. Bagi golongan
tranformasi ini kata kerja dan kata sifat tidak dibedakan.
b. Tata
bahasa kasus (Case Grammar)
Tokoh kelompok
ini,Charles Fillmore melihat adanya hubungan antara kasus dan kata benda dalam
kalimat. Karena itu bagi tata bahasa kasus,kata benda beserta kasusnya
merupakan hal yang sangat penting .
c. Analisis
performatif
Menurut kelompok ini,
yang dipelopori oleh ahli ilmu bahasa H. John Ross, surface strukture itu pada
hakekatnya ditentukan oleh bentuk hubungan antara orang I dengan orang II,dan
atau dengan orang III. Sebuah kalimat sederhana yang muncul pada surface
structure seperti : “harga naik” ; sebenarnya berasal dari struktur batin yang
melibatkan orang I dan orang II.
d. Meaning
structure grammar
Wallace Chafe, salah
seorang ahli dalam bidang semantik, merupakan tokoh dari kelompok yang bernama
meaning structure grammar ini. Menurut Chafe,
analisis kalimat tidak dimulai dari bentu malainkan dari arti/makna. Baginya
terdapat dua kategori semantik, yakni : peruatan dan kebendaan. Dengan titik tolak
kategori semantik itu, maka yang paling pokok/penting adalah kata kerja (yang
menghasilkan perbuatan)
Menurut
Oka (1994:300-309) Gramatika Generatif Transformasional, Gramatika merupakan
teori struktur bahasa yang bersangkutan. Pada perkembangannya, Gramatika
Generatif Transformasional telah mengalami fase-fase yang menarik. Fase tahun
1957-1964 merupakan fase syntactic structures. Fase pertama itu disebu juga
fase teori klasik. Fase kedua lazim disebut fase teori standar, yakni fase
tahun 1965-1966. Fase ketiga berlaangsung mulai tahun 1967-1972 fase itu
disebut fase teori standar yang diperluas. Framatika Generatif transformasional
mengadakan kajian bahasa dengan berpangkal tolak dari keadaan psikologis dan
proses batin. Gramatika Generatif Transformasional berpandangan bahwa teori
lingiustik merupakan fungsi dari tata bahasa (gramatika). Fungsi utama
gramatika adalah menetukan kalimat yang gramatikal dan tidak gramatikal. Fungsi
selanjutnya adalah membenrikan deskriosi struktural kalimat-kalimat yang gramatikal
itu.
Gramatika
Generatif Transformasional berasumsi bahwa bahasa terdiri dari seperangkat
kalimat yang jumlahnya tidak terbatas. Bagi Chomsky, prinsip-prinsip teori
gramatika harus berjaan dengan prinsip-prinsip teori ilmiah. Yang
mempersyaratkan hal-hal berikut : (1) harus berdasarkan observasi, (2) harus
berkaitan dengan gejala atau fenomena yang diobservasi,dan (3) harus mengadakan
prediksi-prediksi berdasarkan prinsip-prinsip atau hukum-hukum yang bersifat
umum. Dalam analisis kalimat,terdapat perbedaan prinsip yang berlaku pada Gramatika
Generatif Transformasional Klasik berlaku tiga kaidah, yakni (1) kaidah
struktur frasa, (2) kaidah transformasi, dan (3) kaidah morfofonemik. Ketiga
kaidah itu berkaitan secara hierarkis dengan pranata kerja setiap tingkat
kaidah memberikan keluaran yang pada gilirannya merupakan masukan bagi kaidah
berikutnya. Gramatika Generatif Transformasional Standar memberlakukan
gramatika terdiri dari tiga komponen,yakni (1) komponen sintaksis, (2) komponen
semantis, dan (3) komponen fonologis.
Komponen
sintaksis memiliki dua subkomponen,yakni (1) subkomponen dasar yang mencakup
(a) kaidah pencabangan,(b) kaidah subkategorisasi, dan (c) leksikon,dan (2)
subkomponen transformasi yang mencakup (a) kaidah wajib dan (b) kaidah tidak
wajib. Komponen semantis merupakan komponen yang menampung struktur batin.
Komponen fonologis merupakan komponen yang menampung struktur lahir untuk
selanjutnya direalisasikan menjadi representasif fonologis.
Gramatika
Generatif Transformasional dengan teknik analisis tersebut di depan memiliki
kelebihan dibandingkan Gramatika Struktural. Gramatika Generatif
Transformasional tidak hanya memberikan struktur kalimat,tetapi juga memberikan
penjelasan mekanisme terbentuknya kalimat sebagai struktur lahir dari suatu
struktur batin.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2007. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka Cipta.
Maksan,
Marjusman. 1995. Ilmu Bahasa. Padang:
IKIP Padang Press.
Oka, dkk. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Departemem
Pendidikan dan Kebudayaan.